STRUKTURALISME
DAN IMPLIKASINYA
Pengantar
Strukturalisme
merupakan suatu gerakan pemikiran filsafat yang mempunyai pokok pikiran bahwa
semua masyarakat dan kebudayaan mempunyai suatu struktur yang sama dan tetap.
Ciri khas
strukturalisme ialah pemusatan pada deskripsi keadaan aktual obyek melalui
penyelidikan, penyingkapan sifat-sifat instrinsiknya yang tidak terikat oleh
waktu dan penetapan hubungan antara fakta atau unsur-unsur sistem tersebut
melalui pendidikan. Strukturalisme menyingkapkan dan melukiskan struktur inti
dari suatu obyek (hirarkinya, kaitan timbal balik antara unsur-unsur pada
setiap tingkat) (Bagus, 1996: 1040)
Gagasan-gagasan
strukturalisme juga mempunyai metodologi tertentu dalam memajukan studi
interdisipliner tentang gejala-gejala budaya, dan dalam mendekatkan ilmu-ilmu
kemanusiaan dengan ilmu-ilmu alam. Akan tetapi introduksi metode struktural
dalam bermacam bidang pengetahuan menimbulkan upaya yang sia-sia untuk
mengangkat strukturalisme pada status sistem filosofis. (Bagus, 1996:
1040)
Ferdinand de
Saussure
Untuk mengenal
lebih lanjut tentang strukturalisme maka ada baiknya untuk menyimak pemikiran
Ferdinand de Saussure yang banyak disebut orang sebagai bapak strukturalisme,
walaupun bukan orang pertama yang mengungkapkan strukturalisme.
Banyak hal
yang menunjukkan Ferdinand de Saussure adalah bapak strukturalisme. Selain ia
sebagai bapak strukturalisme ia juga sebagai bapak linguistik yang ditunjukkan
dengan mengadakan perubahan besar-besaran di bidang lingustik. Ia yang pertama
kali merumuskan secara sistematis cara menganalisa bahasa, yang juga dapat
dipergunakan untuk menganalisa sistem tanda atau simbol dalam kehidupan
masyarakat, dengan menggunakan analisis struktural. Ia mengatakan bahwa
linguistik adalah ilmu yang mandiri, karena bahan penelitiannya, yaitu bahasa,
juga bersifat otonom. Bahasa adalah sistem tanda yang paling lengkap.
Menurutnya ada kemiskinan dalam sistem tanda lainnya, sehingga untuk masuk ke
dalam analisis semiotik, sering digunakan pola ilmu bahasa. De Saussure
mengatakan bahwa bahasa adalah sistem tanda yang mengungkapkan gagasan, dengan
demikian dapat dibandingkan dengan tulisan, abjad orang-orang bisu tuli,
upacara simbolik, bentuk sopan santun, tanda-tanda kemiliteran dan lain
sebagainya. Bahasa hanyalah yang paling penting dari sistem-sistem ini. Jadi
kita dapat menanamkan benih suatu ilmu yang mempelajari tanda-tanda di
tengah-tengah kehidupan kemasyarakatan; ia akan menjadi bagian dari psikologi
umum, yang nantinya dinamakan oleh de saussure sebagai semiologi. Ilmu ini akan
mengajarkan kepada kita, terdiri dari apa saja tanda-tanda itu, kaidah mana
yang mengaturnya. Karena ilmu ini belum ada, maka kita belum dapat mengatakan
bagaimana ilmu ini, tetapi ia berhak hadir, tempatnya telah ditentukan lebih
dahulu. Linguistik hanyalah sebahagian dari ilmu umum itu, kaidah-kaidah yang
digunakan dalam semiologi akan dapat digunakan dalam linguistik dan dengan
demikian linguistik akan terikat pada suatu bidang tertentu dalam keseluruhan
fakta manusia.
Gagasan yang
paling mendasar dari de Saussure adalah sebagai berikut:
1. Diakronis dan sinkronis: penelitian suatu bidang ilmu tidak
hanya dapat dilakukan secara diakronis (menurut perkembangannya) melainkan juga
secara sinkronis (penelitian dilakukan terhadap unsur-unsur struktur yang
sezaman).
2. Langue dan parole: langue
adalah penelitian bahasa yang mengandung kaidah-kaidah, telah menjadi milik
masyarakat, dan telah menjadi konvensi. Sementara parole adalah
penelitian terhadap ujaran yang dihasilkan secara individual.
3. Sintagmatik dan Paradikmatik
(asosiatif): sintagmatik adalah hubungan antara unsur yang berurutan
(struktur) dan paradikmatik adalah hubungan antara unsur yang hadir dan yang
tidak hadir, dan dapat saling menggantikan, bersifat asosiatif (sistem).
4. Penanda dan Petanda: Saussure menampilkan tiga istilah dalam
teoi ini, yaitu tanda bahasa (sign), penanda (signifier) dan
petanda (signified). Menurutnya setiap tanda bahasa mempunyai dua sisi
yang tidak terpisahkan yaitu penanda (imaji bunyi) dan petanda (konsep).
Sebagai contoh kalau kita mendengan kata rumah langsung tergambar dalam pikiran
kita konsep rumah.
Strukturalisme
termasuk dalam teori kebudayaan yang idealistik karena strukturalisme mengkaji
pikiran-pikiran yang terjadi dalam diri manusia. Strukturalisme menganalisa
proses berfikir manusia dari mulai konsep hingga munculnya simbol-simbol atau
tanda-tanda (termasuk didalmnya upacara-upacara, tanda-tanda kemiliteran
dan sebagainya) sehingga membentuk sistem bahasa. Bahasa yang diungkapkan dalam
percakapan sehari-hari juga mengenai proses kehidupan yang ada dalam kehidupan
manusia, dianalisa berdasarkan strukturnya melalui petanda dan penanda, langue
dan parole, sintagmatik dan paradikmatik serta diakronis dan sinkronis. Semua
relaitas sosial dapat dianalisa berdasarkan analisa struktural yang tidak
terlepas dari kebahasaan.
Dalam memahami
kebudayaan kita tidak bisa terlepas dari prinsip-prinsip dasarnya. de Saussure
merumuskan setidaknya ada tiga prinsip dasar yang penting dalam memahami kebudayaan,
yaitu:
1. Tanda (dalam bahasa) terdiri atas yang menandai (signifiant,
signifier, penanda) dan yang ditandai (signifié, signified, petanda).
Penanda adalah citra bunyi sedangkan petanda adalah gagasan atau konsep. Hal
ini menunjukkan bahwa setidaknya konsep bunyi terdiri atas tiga komponen (1)
artikulasi kedua bibir, (2) pelepasan udara yang keluar secara mendadak, dan
(3) pita suara yang tidak bergetar.
2. Gagasan penting yang berhubungan dengan tanda menurut Saussure
adalah tidak adanya acuan ke realitas obyektif. Tanda tidak mempunyai nomenclature.
Untuk memahami makna maka terdapat dua cara, yaitu, pertama, makna tanda
ditentukan oleh pertalian antara satu tanda dengan semua tanda lainnya yang
digunakan dan cara kedua karena merupakan unsur dari batin manusia, atau
terekam sebagai kode dalam ingatan manusia, menentukan bagaimana unsur-unsur
realitas obyektif diberikan signifikasi atau kebermaknaan sesuai dengan konsep
yang terekam.
3. Permasalahan yang selalu kembali dalam mengkaji masyarakat dan
kebudayaan adalah hubungan antara individu dan masyarakat. Untuk bahasa,
menurut Saussure ada langue dan parole (bahasa dan tuturan). Langue
adalah pengetahuan dan kemampuan bahasa yang bersifat kolektif, yang dihayati
bersama oleh semua warga masyarakat; parole adalah perwujudan langue
pada individu. Melalui individu direalisasi tuturan yang mengikuti
kaidah-kaidah yang berlaku secara kolektif, karena kalau tidak, komunikasi
tidak akan berlangsung secara lancar.
Gagasan
kebudayaan, baik sebagai sistem kognitif maupun sebagai sistem struktural,
bertolak dari anggapan bahwa kebudayaan adalah sistem mental yang mengandung
semua hal yang harus diketahui individu agar dapat berperilaku dan bertindakj
sedemikian rupa sehingga dapat diterima dan dianggap wajar oleh sesama warga
masyarakatnya.
Pierre
Bourdieu
Bourdieu pada
awalnya menghasilkan karya-karya yang memaparkan sejumlah pengaruh teoritis,
termasuk fungsionalisme, strukturalisme dan eksistensialisme, terutama pengaruh
Jean Paul Sartre dan Louis Althusser.
Pada tahun
60an ia mulai mengolah pandangan-pandangan tersebut dan membangun suatu teori
tentang model masyarakat. Gabungan antara pendekatan teori obyektivis dan teori
subyektivis sosial yang dituangkan dalam buku yang berjudul ”outline of a
theory of practice” dimana didalamnya ia memiliki posisi yang unik karena
berusaha mensintesakan kedua pendekatan metodologi dan epistemologi tersebut.
Dalam karyanya
ini ia menyerang pemahaman kaum strukturalis yang menciptakan obyektivisme yang
menyimpang dengan memposisikan ilmuwan sosial sebagai pengamat. Menurutnya
pemahaman ini mengabaikan peran pelaku dan tindakan-tindakan praktis dalam
kehidupan sosial.
Kelebihan
Bourdieu adalah menghasilkan cara pandang dan metode baru yang mengatasi
berbegai pertentangan di antara penjelasan-penjelasan sebelumnya. Pemikirannya
bukan hanya menjawab pertanyaan tentang asal usul dan seluk beluk masyarakat
tetapi lebih pada menjawab persoalan-persoalan baru yang diturunkan dari
pemikiran-pemikiran terdahulu.
Terdapat 3
konsep penting dalam pemikiran Bourdieu yaitu Habitus, Field dan Modal. Berikut
ini akan dibahas ketiga konsep tersebut dan akan dijelaskan interaksi ketiga
konsep ini dalam masyarakat. Habitus adalah “struktur mental atau kognitif”
yang digunakan aktor untuk menghadapi kehidupan sosial. Setiap aktor dibekali
serangkaian skema atau pola yang diinternalisasikan yang mereka gunakan untuk
merasakan, memahami, menyadari, dan menilai dunia sosial. Melalui pola-pola
itulah aktor memproduksi tindakan mereka dan juga menilainya. Secara dialektis
habitus adalah ”produk internalisasi struktur” dunia sosial. Atau dengan kata
lain habitus dilihat sebagai ”struktur sosial yang diinternalisasikan yang
diwujudkan”.
Habitus
mencerminkan pembagian obyektif dalam struktur kelas seperti umur, jenis
kelamin, kelompok dan kelas sosial. Habitus diperoleh sebagai akibat dari
lamanya posisi dalam kehidupan sosial diduduki. Habitus berbeda-beda pada
setiap orang tergantung pada wujud posisi seseorang dalam kehidupan sosial;
tidak setiap orang sama kebiasaannya; orang yang menduduki posisi yang sama
dalam kehidupan sosial, cenderung mempunyai kebiasaan yang sama.
Habitus lebih
didasarkan pada keputusan impulsif, dimana seorang individu bereaksi secara
efisien dalam semua aspek kehidupan. Habitus menghasilkan dan dihasilkan oleh
kehidupan sosial. Disatu pihak habitus adalah struktur yang menstruktur artinya
habitus adalah sebuah struktur yang menstruktur kehidupan sosial. Dilain pihak
habitus adalah struktur yang terstruktur, yaitu habitus adalah struktur yang
distruktur oleh dunia sosial.
Habitus
menjadi konsep penting baginya dalam mendamaikan ide tentang struktur dengan
ide tentang praktek. Ia berusaha mengkonsepkan kebiasaan dalam berbagai cara,
yaitu:
·
Sebagai
kecenderungan-kecenderungan empiris untuk bertindak dalam cara-cara yang khusus
(gaya hidup)
·
Sebagai motivasi, preferensi,
cita rasa atau perasaan (emosi)
·
Sebagai perilaku yang mendarah
daging
·
Sebagai suatu pandangan tentang
dunia (kosmologi)
·
Sebagai keterampilan dan
kemampuan sosial praktis
·
Sebagai aspirasi dan harapan
berkaitan dengan perubahan hidup dan jenjang karier.
Habitus
membekali seseorang dengan hasrta. Motivasi, pengetahuan, keterampilan,
rutinitas dan strategi untuk memproduksi status yang lebih rendah. Bagi
Bourdieu keluarga dan sekolah merupakan lembaga penting dalam membentuk
kebiasaan yang berbeda.
Field bagi
Bourdieu lebih bersifat relasional ketimbang struktural. Field adalah jaringan
hubungan antar posisi obyektif di dalamnya. Keberadaan hubungan ini terlepas
dari kesadaran dan kemauan individu. Field bukanlah interaksi atau ikatan
lingkungan bukanlah intersubyektif antara individu. Penghubi posisi mungkin
agen individual atau lembaga, dan penghubi posisi ini dikendalikan oleh
struktur lingkungan.
Bourdieu
melihat field sebagai sebuah arena pertarungan. Struktur Field lah yang
menyiapkan dan membimbing strategi yang digunakan penghuni posisi tertentu yang
mencoba melindungi atau meningkatkan posisi mereka untuk memaksakan prinsip
penjenjangan sosial yang paling menguntungkan bagi produk mereka sendiri. Field
adalah sejenis pasar kompetisi dimana berbagai jenis modal (ekonomi, kultur,
sosial, simbolik) digunakan dan disebarkan. Lingkungan adalah lingkungan
politik (kekuasaan) yang sangat penting; hirarki hubungan kekuasaan di dalam
lingkungan politik membantu menata semua lingkungan yang lain.
Bourdieu
menyusun 3 langkah proses untuk menganalisa lingkungan, pertama, menggambarkan
keutamaan lingkungan kekuasaan (politik). Langkah kedua, menggambarkan struktur
obyektif hubungan antar berbagai posisi di dalam lingkungan tertentu, ketiga,
analis harus mencoba menetukan ciri-ciri kebiasaan agen yang menempati berbagai
tipe posisi di dalam lingkungan.
Dengan kata
lain, Field adalah wilayah kehidupan sosial, seperti seni, industri, hukum,
pengobatan, politik dan lain sebagainya, dimana para pelakunya berusaha untuk
memperoleh kekuasaan dan status.
Bourdieu
menganggap bahwa modal memainkan peranan yang penting, karena modallah yang
memungkinkan orang untuk mengendalikan orang untuk mengendalikan nasibnya
sendiri maupun nasib orang lain.
Ada 4 modal
yang berperan dalam masyarakat yang menentukan kekuasaan sosial dan
ketidaksetaraan sosial, pertama modal ekonomis yang menunjukkan sumber ekonomi.
Kedua, modal sosial yang berupa hubungan-hubungan sosial yang memungkinkan
seseorang bermobilisasi demi kepentingan sendiri. Ketiga, modal simbolik yang
berasal dari kehormatan dan prestise seseorang. Dan keempat adalah modal budaya
yang memiliki beberapa dimensi, yaitu:
·
Pengetahuan obyektif tentang seni
dan budaya
·
Cita rasa budaya (cultural
taste) dan preferensi
·
Kualifikasi-kualifikasi formal
(seperti gelas-gelar universitas)
·
Kemampuan-kemampuan budayawi
dan pengetahuan praktis.
·
Kemampuan untuk dibedakan dan
untuk membuat oerbedaan antara yang baik dan buruk.
Modal kultural
ini terbentuk selama bertahun-tahun hingga terbatinkan dalam diri seseorang.
Setelah dibahas tentang ketiga konsep diatas maka akan dijelaskan hubungan
ketiga konsep tersebut.
Habitus dan
ranah merupakan perangkat konseptual utama yang krusial bagi karya Bourdieu
yang ditopang oleh sejumlah ide lain seperti kekuasaan simbolik, strategi dan
perbuatan beserta beragan jenis modal.
Seperti telah
diungkapkan diatas bahwa habitus adalah struktur kognitif yang menghubungkan
individu dan realitas sosial. Habitus merupakan struktur subyektif yang
terbentuk dari pengalaman individu berhubungan dengan individu lain dalam
jaringan struktur obyektif yang ada dalam ruang sosial. Habitus adalah produk
sejarah yang terbentuk setelah manusia lahir dan berinteraksi dengan masyarakat
dalam ruang dan waktu tertentu, dengan kata lain habitus adalah hasil
pembelajaran lewat pengasuhan, aktivitas bermain, dan juga pendidikan
masyarakat. Pembelajaran ini berjalan secara halus sehingga individu tidak
menyadari hal ini terjadi pada dirinya, jadi habitus bukan pengetahuan bawaan.
Habitus
mendasari field yang merupakan jaringan relasi antar posisi-posisi obyektif
dalam suatu tatanan sosial yang hadir terpisah dari kesadaran individu. Field
semacam hubungan yang terstruktur dan tanpa disadari mengatur posisi-posisi
individu dan kelompok dalam tatanan masyarakatyang terbentuk secara spontan.
Habitus
memungkinkan manusia hidup dalam keseharian mereka secara spontan dan melakukan
hubungan dengan pihak-pihak diluar dirinya. Dalam proses interaksi dengan pihak
luar tersebut terbentuklah Field.
Dalam suatu
Field ada pertarungan kekuatan-kekuatan antara individu yang memiliki banyak
modal dengan individu yang tidak memiliki modal. Diatas sudah di singgung bahwa
modal merupakan sebuah konsentrasi kekuatan, suatu kekuatan spesifik yang
beroperasi di dalam field dimana di dalam setiap field menuntut untuk setiap
individu untuk memiliki modal gara dapat hidup secara baik dan bertahan di
dalamnya.
Secara ringkas
Bourdieu menyatakan rumusan generatif yang menerangkan praktis sosial dengan
rumus setiap relasi sederhana antara individu dan struktur dengan relasi antara
habitus dan ranah yang melibatkan modal.