Metode penyelesaian masalah
secara analitis merupakan pendekatan yang cukup terkenal dan digunakan oleh
banyak perusahaan, serta menjadi inti dari gerakan peningkatan kualitas (quality
improvement). Secara luas dapat diterima bahwa untuk meningkatan kualitas
individu dan organisasi, langkah penting yang perlu dilakukan adalah
mempelajari dan menerapkan metode pemecahan masalah secara analitis (Juran,
1988; Ichikawa, 1986; Riley, 1998). Banyak organisasi besar (misalnya :
Ford Motor Company, General Electric, Dana) menghabiskan jutaan Dolar untuk
mendidik para manajer mereka tentang metode pemecahan masalah ini sebagai
bagian dari proses peningkatan kualitas yang ada di organisasi mereka (Whetten
& Cameron, 2002). Pelatihan ini penting agar para manajer dapat berfungsi
efektif, yang salah satu cirinya adalah pada kemampuannya untuk memecahkan
masalah. Hal ini sejalan dengan pendapat dari Hunsaker (2005) yang
menyatakan bahwa manajer yang efektif, seperti halnya Pemimpin Eksekutif
Porsche, Wendelin Wiedeking, mengetahui cara mengumpulkan dan mengevaluasi
informasi yang dapat menerangkan tentang masalah yang terjadi, mengetahui
manfaatnya bila kita memiliki lebih dari satu alternatif pemecahan masalah, dan
memberikan bobot kepada semua implikasi yang dapat terjadi dari sebuah rencana,
sebelum menerapkan rencana yang bersangkutan.
A. Definisikan Masalah
Langkah pertama yang perlu
dilakukan dengan metode analitis adalah mendefinisikan masalah yang terjadi.
Pada tahap ini, kita perlu melakukan diagnosis terhadap sebuah situasi,
peristiwa atau kejadian, untuk memfokuskan perhatian kita pada masalah
sebenarnya, dan bukan pada gejala-gejala yang muncul. Sebagai contoh : Seorang
manajer yang mempunyai masalah dengan staf-nya yang kerapkali tidak dapat menyelesaikan
pekerjaannya pada waktu yang telah ditentukan. Masalah ini bisa terjadi karena,
cara kerja yang lambat dari staf yang bersangkutan. Cara kerja yang lambat,
bisa saja hanya sebuah gejala dari permasalahan yang lebih mendasar lagi,
seperti misalnya masalah kesehatan, moral kerja yang rendah, kurangnya
pelatihan atau kurang efektifnya proses kepemimpinan yang ada.
Agar kita dapat
memfokuskan perhatian kita pada masalah sebenarnya, dan bukan pada
gejala-gejala yang muncul, maka dalam proses mendefiniskan suatu masalah,
diperlukan upaya untuk mencari informasi yang diperlukan sebanyak-banyaknya,
agar masalah dapat didefinisikan dengan tepat.
Berikut ini
adalah beberapa karakteristik dari pendefinisian masalah yang baik:
1. Fakta dipisahkan dari opini atau spekulasi. Data objektif
dipisahkan dari persepsi
2. Semua pihak yang terlibat diperlakukan sebagai sumber
informasi
3. Masalah harus dinyatakan secara eksplisit/tegas. Hal ini
seringkali dapat menghindarkan kita dari pembuatan definisi yang tidak jelas
4. Definisi yang dibuat harus menyatakan dengan jelas adanya
ketidak-sesuaian antara standar atau harapan yang telah ditetapkan
sebelumnya dan kenyataan yang terjadi.
5. Definisi yang dibuat harus menyatakan dengan jelas,
pihak-pihak yang terkait atau berkepentingan dengan terjadinya masalah.
6. Definisi yang dibuat bukanlah seperti sebuah solusi yang
samar. Contoh: Masalah yang kita hadapi adalah melatih staf yang bekerja
lamban.
B. Buat Alternatif Pemecahan Masalah.
Langkah kedua yang perlu kita
lakukan adalah membuat alternatif penyelesaian masalah. Pada tahap ini, kita
diharapkan dapat menunda untuk memilih hanya satu solusi, sebelum alternatif
solusi-solusi yang ada diusulkan. Penelitian-penelitian yang pernah dilakukan
dalam kaitannya dengan pemecahan masalah (contohnya oleh March, 1999) mendukung
pandangan bahwa kualitas solusi-solusi yang dihasilkan akan lebih baik bila
mempertimbangkan berbagai alternatif (Whetten & Cameron, 2002).
Berikut adalah
karakteristik-karakteristik dari pembuatan alternatif masalah yang baik:
1. Semua alternatif yang ada sebaiknya diusulkan dan
dikemukakan terlebih dahulu sebelum kemudian dilakukannya evaluasi terhadap
mereka.
2. Alternatif-alternatif yang ada, diusulkan oleh semua
orang yang terlibat dalam penyelesaian masalah. Semakin banyaknya orang yang
mengusulkan alternatif, dapat meningkatkan kualitas solusi dan penerimaaan
kelompok.
3. Alternatif-alternatif yang diusulkan harus sejalan dengan
tujuan atau kebijakan organisasi. Kritik dapat menjadi penghambat baik terhadap
proses organisasi maupun proses pembuatan alternatif pemecahan masalah.
4. Alternatif-alternatif yang diusulkan perlu
mempertimbangkan konsekuensi yang muncul dalam jangka pendek, maupun jangka
panjang.
5. Alternatif–alternatif yang ada saling melengkapi satu
dengan lainnya. Gagasan yang kurang menarik , bisa menjadi gagasan yang menarik
bila dikombinasikan dengan gagasan-gagasan lainnya. Contoh : Pengurangan jumlah
tenaga kerja, namun kepada karyawan yang terkena dampak diberikan paket
kompensasi yang menarik.
6. Alternatif-alternatif yang diusulkan harus dapat
menyelesaikan masalah yang telah didefinisikan dengan baik. Masalah lainnya
yang muncul, mungkin juga penting. Namun dapat diabaikan bila, tidak secara
langsung mempengaruhi pemecahan masalah utama yang sedang terjadi.
C. Evaluasi Alternatif-Alternatif Pemecahan Masalah
Langkah ketiga dalam proses
pemecahan masalah adalah melakukan evaluasi terhadap alternatif-alternatif yang
diusulkan atau tersedia. Dalam tahap ini , kita perlu berhati-hati dalam memberikan
bobot terhadap keuntungan dan kerugian dari masing-masing alternatif yang
ada, sebelum membuat pilihan akhir. Seorang yang terampil dalam melakukan
pemecahan masalah, akan memastikan bahwa dalam memilih alternatif-alternatif
yang ada dinilai berdasarkan:
·Tingkat kemungkinannya untuk dapat menyelesaikan masalah
tanpa menyebabkan terjadinya masalah lain yang tidak diperkirakan sebelumnya.
·Tingkat penerimaan dari semua orang yang terlibat di
dalamnya
·Tingkat kemungkinan penerapannya
·Tingkat kesesuaiannya dengan batasan-batasan yang ada di
dalam organisasi; misalnya budget, kebijakan perusahaan, dll.
Berikut adalah
karakteristik-karakteristik dari evaluasi alternatif-alternatif
pemecahan masalah yang baik:
1. Alternatif- alternatif yang ada dinilai secara relatif
berdasarkan suatu standar yang optimal, dan bukan sekedar standar yang
memuaskan
2. penilaian terhadap alternative-alternatif yang ada
dilakukan secara sistematis, sehingga semua alternatif yang diusulkan akan
dipertimbangkan,
3. Alternatif-alternatif yang ada dinilai berdasarkan
kesesuaiannya dengan tujuan organisasi dan mempertimbangkan preferensi dari
orang-orang yang terlibat didalamnya.
4. Alternatif-alternatif yang ada dinilai berdasarkan dampak
yang mungkin ditimbulkannya, baik secara langsung, maupun tidak langsung
5. Alternatif yang paling dipilih dinyatakan secara
eksplisit/tegas.
D. Terapkan Solusi dan Tindak- Lanjuti
Langkah terakhir dari metode
ini adalah menerapkan dan menindak-lanjuti solusi yang telah diambil. Dalam
upaya menerapkan berbagai solusi terhadap suatu masalah, kita perlu lebih
sensitif terhadap kemungkinan terjadinya resistensi dari orang-orang yang
mungkin terkena dampak dari penerapan tersebut. Hampir pada semua perubahan,
terjadi resistensi. Karena itulah seorang yang piawai dalam melakukan pemecahan
masalah akan secara hati-hati memilih strategi yang akan meningkatkan
kemungkinan penerimaan terhadap solusi pemecahan masalah oleh orang-orang yang
terkena dampak dan kemungkinan penerapan sepenuhnya dari solusi yang
bersangkutan (Whetten & Cameron, 2002).
Berikut adalah
karakteristik dari penerapan dan langkah tindak lanjut yang efektif:
1. Penerapan solusi dilakukan pada saat yang tepat dan dalam
urutan yang benar. Penerapan tidak mengabaikan faktor-faktor yang membatasi dan
tidak akan terjadi sebelum tahap 1, 2, dan 3 dalam proses pemecahan masalah
dilakukan.
2. Penerapan solusi dilakukan dengan menggunakan strategi
“sedikit-demi sedikit” dengan tujuan untuk meminimalkan terjadinya resistensi
dan meningkatkan dukungan.
3. Proses penerapan solusi meliputi juga proses pemberian
umpan balik. Berhasil tidaknya penerapan solusi, harus dikomunikasikan ,
sehingga terjadi proses pertukaran informasi
4. Keterlibatan dari orang-orang yang akan terkena dampak
dari penerapan solusi dianjurkan dengan tujuan untuk membangun dukungan dan
komitmen
5. Adanya sistim monitoring yang dapat memantau penerapan
solusi secara berkesinambungan. Dampak jangka pendek, maupun jangka panjang
diukur.
6. Penilaian terhadap keberhasilan penerapan solusi didasarkan
atas terselesaikannya masalah yang dihadapi, bukan karena adanya manfaat lain
yang diperoleh dengan adanya penerapan solusi ini. Sebuah solusi tidak dapat
dianggap berhasil bila masalah yang menjadi pertimbangan yang utama tidak
terselesaikan dengan baik, walaupun mungkin muncul dampak positif lainnya.