Semenjak abad ke-18, sejumlah tujuan politik luar negeri
telah mewarnai hubungan internasional Perancis. Yang pertama adalah kebijakan
kedaulatan wilayah di Eropa; yang kedua yaitu kebijakan status-quo di Eropa atau
balance of power; ketiga, kebijakan
untuk mempertahankan imperium Perancis, dalam segala macam bentuk; serta yang
terakhir adalah upaya pencapaian status kekuatan dunia. Konsep kebijakan
status-quo di Eropa menurut Perancis berarti tidak boleh ada satu kekuatan
nasional yang mendominasi kawasan Eropa, serta keinginan Perancis untuk menjadi
pelindung bagi sejumlah negara kecil di Eropa dan berperan sebagai penengah
demi mempertahankan posisinya di Eropa.
Perancis telah sejak lama menjadi motor dalam integrasi UE, terutama yang menyangkut aspek politik dari integrasi. Perancis juga merupakan aktor yang paling aktif dalam perpolitikan dan pembuatan kebijakan UE. Sejak tahun 1950-an, Perancis telah melihat proses integrasi Eropa sebagai sarana penting pencapaian kepentingan nasional dan tujuan politik luar negeri, di mana Perancis memfokuskan diri pada masalah-masalah penghormatan terhadap Hak Azasi Manusia, prinsip-prinsip demokrasi, kedaulatan suatu negara, hukum internasional, pencegahan konflik dan perang, serta penggalangan kerjasama antar negara dan bangsa.
Perancis merupakan negara yang menghargai nilai-nilai kemerdekaan dengan sangat tinggi, suatu prinsip yang mengilhami politik luar negeri Jenderal besar Perancis Charles de Gaulle selama periode 1960-an. Semangat yang sama juga mendasari sejumlah inisiatif diplomasi Perancis yang dapat dikatakan spektakuler, terutama di kawasan Timur Tengah dan Asia, yang menunjukkan bahwa Perancis benar-benar memiliki kontrol dalam menganalisis situasi dan menentukan pilihan-pilihan politik luar negeri. Prinsip-prinsip independensi ini terus dipegang teguh oleh Perancis selama beberapa dekade terakhir dan tidak menunjukkan tanda-tanda penyimpangan jalur.
Meskipun Perancis sangat menjunjung nilai-nilai independensi, mereka tidak melupakan segala upaya dalam menggalang rasa solidaritas antar negara. Sejak tahun 1945, konstruksi Eropa menjadi prioritas politik luar negeri Perancis. Ambisi serta prinsip Perancis tersebut terus berlanjut setelah era perang dingin berakhir, dan berhasil membentuk sejumlah tujuan utama politik luar negeri Perancis, yaitu mencapai tingkat integrasi Eropa yang diinginkan demi memperkuat pemerintahan yang demokratis, menjaga stabilitas dan kemakmuran di benua Eropa, serta menciptakan kemajuan di bidang perdamaian, demokrasi dan pembangunan komunitas internasional. Hingga saat ini de Gaulle, Pompidou, Giscard d’Estaing, Mitterand dan Chirac secara konsisten bekerja untuk menciptakan struktur Eropa yang kokoh dan mengembangkannya menjadi kekuatan ekonomi dan forum politik yang dihormati.
Begitu besar pengaruh Charles de Gaulle dalam kehidupan politik Perancis, di mana ia berhasil menggariskan kepentingan utama Perancis yaitu terciptanya keamanan di Eropa, serta mencegah munculnya kekuatan baru yang mendominasi kawasan Timur Tengah, Afrika, serta beberapa kawasan di dunia di mana bendera Perancis berkibar. Seperti halnya de Gaulle, para pemimpin Perancis saat ni memandang Perancis sebagai sebuah negara yang sangat istimewa, baik secara politis maupun kebudayaan, yang telah berperan dalam penyebaran nilai-nilai peradaban dan kemerdekaan. Keunikan serta perasaan superioritas kebudayaan membuat bangsa Perancis merasa harus diistimewakan dari kebudayaan lain, terutama kebudayaan yang baru muncul seperti Amerika. Oleh karena itu Perancis kini memainkan peran sebagai sebuah negeri yang sedang menjalankan misi melindungi nilai-nilai Perancis dengan mempromosikan UE sebagai satu-satunya organisasi yang memiliki kapabilitas dalam menghadapi Amerikanisasi.
Dalam pembukaan salah satu pidatonya di tahun 1986,
Presiden Perancis saat itu, François Mitterand, menyatakan bahwa fokus politik
luar negeri meliputi sejumlah pemikiran yang sederhana: kemerdekaan nasional,
keseimbangan antara beberapa kekuatan militer besar, konstruksi Eropa, hak
untuk menentukan nasib sendiri, pembangunan di negara-negara dunia ketiga.
Prinsip tersebut sekaligus menjadi dasar kepentingan Perancis untuk
mempertahankan independensinya di dunia internasional, sementara di saat yang
bersamaan juga berusaha untuk memajukan solidaritas regional dan internasional.
Hal ini menunjukkan komitmen Perancis dalam upayanya memperkuat komunitas Eropa
yang juga didasari oleh filosofi umum mantan Menteri Luar Negeri Perancis
Claude Cheysson yang menjadi basis bagi pola baru kebijakan luar negeri
Perancis, yaitu bahwa Perancis tidaklah memiliki politik luar negeri selain
translasi politik dalam negeri kepada lingkungan eksternal, serta integrasi
prioritas dan kebutuhan internal ke dalam politik internasional. Filosofi ini menunjukkan bahwa Perancis
berharap dapat memenuhi kepentingan nasionalnya melalui integrasi politik,
dalam hal ini melalui UE. Integrasi Eropa juga diharap memberi pilihan-pilihan
bagi politik luar negeri Perancis yang didukung oleh negara tetangga Eropa,
serta Perancis akan memberikan dukungannya terhadap komunitas Eropa sehingga
dapat menjadi perpanjangan tangan kebijakan-kebijakan nasional Perancis Di samping segala kelebihannya, Perancis
menyadari bahwa UE masih memiliki beberapa kekurangan yang harus dibenahi. Oleh
karena itulah Perancis berpendapat bahwa negara-negara Eropa harus saling
membantu terutama ketika salah satu dari mereka sedang menghadapi suatu
permasalahan.
Sebagai salah satu negara tertua di Eropa, pencetus Universal Declaration of Human Rights,
serta anggota tetap Dewan Keamanan PBB, Perancis mengklaim dirinya sebagai
negara yang berpengaruh dalam hubungan internasional. Perancis secara aktif
mengembangkan kedekatannya dengan kawasan Afrika, Timur Tengah, dan Asia serta mengumandangkan kampanye bagi pembangunan
hubungan Utara-Selatan, terutama pembangunan di negara sedang berkembang.
Aktivitas Perancis yang sepenuhnya mendukung demokrasi dan perdamaian di
seluruh dunia membuktikan komitmen pada konsep revolusi 1789 ‘Liberté, Egalité, Fraternité’.
Perancis sangat aktif dalam hal pengembangan
nilai-nilai demokrasi melalui kombinasi program-program bilateral serta
keikutsertaan mereka dalam berbagai organisasi internasional. Keikutsertaan
Perancis dalam sejumlah organisasi internasional tersebut tidak terlepas dari
prioritas de Gaulle yaitu mengembalikan posisi penting Perancis dalam politik
internasional. Perancis telah menjadi anggota tetap Dewan Keamanan PBB sejak
pertama kali didirikan, oleh karenanya Perancis memiliki posisi yang sangat
kuat dalam menentukan prioritas-prioritas serta program-program PBB. Perancis
merupakan negara terbesar keempat dalam hal kontribusinya terhadap badan utama
dan pendukung loyal setiap operasi penjaga perdamaian PBB. Perancis juga membantu
terselenggaranya pertemuan tahunan rutin kelompok G-7 serta sukses menduduki
posisi-posisi penting dalam sejumlah organisasi-organisasi internasional
penting di dunia. Termasuk di dalamnya IMF, Organization
for Economic Cooperation and Development (OECD), European Bank for Reconstruction and Development (EBRD), serta
sekretariat European Council.
Perancis sekaligus bagian tak terpisahkan dari NATO, terlibat dalam seluruh
operasi militer, terutama yang terjadi di kawasan Balkan
Politik luar negeri Perancis sejak tahun 1992 dapat
dikarakteristikkan sebagai politik luar negeri yang sangat berhati-hati dalam
mengeluarkan kebijakan dengan didasari kepentingan nasionalnya, tanpa keluar
dari jalur perekonomian dan strategi tradisional. Secara umum Perancis terus
berupaya untuk memperkuat perekonomian global dan memperbesar pengaruh politik
UE serta perannya dalam membangun pertahanan Eropa, yang sering dipandang
sebagai usaha untuk menandingi hegemoni AS. Perancis juga terus memperkuat
kerjasama Franco-German serta pengembangan ESDP sebagai pondasi bagi setiap
usaha memajukan demokrasi dan keamanan di Eropa