Menurut Stenberg dan Browmilow menyatakan secara tegas bahwa Good Corporate Governance akan bisa dibangun dalam suatu perusahaan apabila perusahaan tersebut memiliki strategy dan planning (lazim disebut strategic planning) yang dapat ,mengimplementasikan secara terukur dari waktu ke waktu
Prinsip –prinsip Good Corporate Governance, meliputi :
Prinsip –prinsip Good Corporate Governance, meliputi :
· Transparansi : yaitu keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan keputusan dan keterbukaan dalam mengemukaan informasi materiil dan relevan mengenai perusahaan
· Kemandirian : yaitu suatu keadaan dimana perusahaan dikelola secara professional, tanpa benturan kepentingan dan pengaruh/ tekanan dari manapun yang tidak sesuai peraturan perundangan yang berlaku dan prinsip –prinsip koorporasi yang sehat
· Akuntabilitas : yaitu kejelasan fungsi kejelasan dan pertanggungjawaban organ sehingga pengelolaan perusahaan secara efektif
· Pertanggungjawaban : yaitu kesuaian dalam pengelolaan perusahaan terhadap peraturan perundangan yang berlaku dan prinsip korporasi yang sehat
· Kewajaran ( fairness) : yaitu keadilan dan kesetaraan dalam memenuhi hak – hak stakeholder yang timbul berdasarkan perjanjian dan perundangan yang berlaku.
Pentingnya penerapan Good Corporate Governance adalah merupakan cerminan keseriusan Board dalam memberikan komitmen kepada pencapaian tujuan perusahaan yang telah ditetapkan.
Bagi perusahaan Good Corporate Governance merupakan asset dan memerlukan komitmen dan investasi. Kultur governance harus ditumbuhkan termasuk aspek pengambilan keputusan dalam suatu manajeman, bermanfaat pada naiknya nilai tambah pemegang saham. Manfaatnya sudah banyak terbukti bahwa Good Corporate Governance menaikkan nilai tambah para pemegang saham perusahaan. Naming, merubah kultur dan etos kerja tidak pula mudah, termasuk sulitnyamemperbaiki cara penggambilan keputusan dan merubah perilaku menajemen. Hal ini terlihat dari masih banyaknya yang beranggapan bahwa Good Corporate Governance itu tidak perlu karena tidak adanya sanksi dan insentif. Perusahaan yang tidak menerapkan Good Corporate Governance malah dinilai lebih maju, karena prinsip keterbukaan perusahaan bagi sebagian pihak dianggap negative namun disisi lain, banyak juga perusahaan – perusahaan yang sudah merasakan ilai tambah dari aplikasi Good Corporate Governance, seperti lebih mudahnya akses pasar modal internasional serta banyaknya investor yang bersedia membayar premi yang lebih tinggi bagi saham perusahaan yang menerapakan Good Corporate Governance.
Perlu pula digalakkan penerapan label khusus bagi perusahaan yang sudah menerapkan Good Corporate Governance seperti ISO khusus untuk Good Corporate Governance. Perusahaan yang sudah menerapkan Good Corporate Governance membawa bendera bonafiditas. Good Corporate Governancepada dasarnya mencakup etika bisnis, kumpulan etika ini dimuat dalam code of conduct Good Corporate Governance. Dibutuhkan kesukarelaan dari pihak korporasi dalam mematuhi code ini. Tidak ada sanksi bagi mereka yang tidak menaatinya karena memang sifatnya voluntary compliance.
Dalam pelaksanaannya, agar pedoman semacam ini dapat dipaksakan, maka pedoman ini harus dikeluarkan oleh instansi/lembaga yang mempunyai kewenangan mengatur. Oleh karena itu pula, banyak ketentuan pedoman Good Corporate Governanceyang diambil alih oleh Peraturan Perundang- undangan yang berlaku dan masyarakat diwajibkan untuk mematuhinya (mandatory compliance), misal dlm UU PT, dll.
Hambatan dalam melakukan Penerapan Good Corporate Governance di Indonesia
· Hambatan yang paling besar dalam melakukan Prinsip GCG ini adalah Sertifikasi
Praktik Corporate Governance pada Perusahaan di Indonesia;
– 'Apa' atau 'Siapa' yang disertifikasi?
– Dalam rentang waktu kapan perusahaan disertifikasi?
– Apa yang dianggap sebagai praktik good corporate governance?
– Siapa yang bertanggung jawab atas pelaksanaan sertifikasi corporate governance?
Segi positif dan negatif tentang penerapan sertifikasi good corporate governance tersebut, yaitu :
Segi positif
- Sertifikasi corporate governance memberi pengakuan umum kepada perusahaan yang telah menerapkan corporate governance dan memacu perusahaan tersebut untuk terus mengikuti praktik good corporate governance.
- Dengan pengakuan umum ini sertifikasi corporate governance dapat meningkatkan posisi perusahaan di mata pasar sehingga dengan demikian meningkatkan nilai pemegang sahamnya.
Segi negative
· Sertifikasi corporate governance berkaitan erat dengan orang-orang yang bertanggung jawab untuk mengelola perusahaan, sehingga penggantian orang-orang tersebut mempengaruhi filosofi perusahaan mengenai praktik good corporate governance.
· Sertifikasi corporate governance memberikan gambaran mengenai moralitas orang-orang yang bertanggung jawab atas pengelolaan perusahaan. Sedangkan di lain pihak orang-orang tersebut dapat memilih apakah dalam kondisi tertentu akan melaksanakan praktik corporate governance atau tidak
· Sertifikasi corporate governance subyektif sekali dalam melibatkan penilaian-penilaian yang penting di mana di dalam proses sertifikasi corporate governance ini tidak ada jawaban hitam-putih dan banyaksekali jawaban yang bisa dikategorikan ke dalam grey area
Secara umum ada beberapa karakteristik yang melekat dalam praktek good corporate governance. Pertama, praktek good corporate governance harus memberi ruang kepada pihak diluar korporasi untuk berperan secara optimal sehingga memungkinkan adanya sinergi diantara mereka. Kedua, dalam praktek good corporate governance terkandung nilai-nilai yang membuat penyelenggara korporasi baik Negara maupun swasta dapat lebih efektif bekerja dalam mewujudkan kepentingan pemegang saham. Nilai-nilai seperti amanah, jujur dan adil menjadi nilai yang penting. Ketiga, praktek good corporate governance adalah praktek berbisnis yang bersih dan bebas dari korupsi serta berorientasi pada transparansi dan kepentingan pemegang saham. Karena itu praktek penyelenggaraan korporasi dinilai baik jika mampu mewujudkan transparansi, penegakan hukum, dan akuntabel.
Good corporate governance diperlukan untuk mendorong terciptanya pasar yang efisien, transparan dan konsisten dengan peraturan perundangan serta kebijakan yang telah digariskan. Oleh karena itu, penerapan good corporate governance merupakan tanggung jawab 3 pilar yang saling berhubungan, yaitu Penyelenggara Negara (eksekutif, legislatif, yudikatif), dunia usaha dan masyarakat. Prinsip dasar yang harus diperankan oleh masing-masing pilar, pertama, Penyelenggara Negara menyediakan peraturan perundangan dan kebijakan yang menunjang iklim usaha yang sehat, efisien dan transparan, melaksanakan peraturan perundangan dan penegakan hukum secara konsisten. Kedua, dunia usaha sebagai pelaku pasar menerapkan GCG sebagai pedoman dasar pelaksanaan usaha. Ketiga, masyarakat sebagai pengguna produk dan jasa dunia usaha, serta pihak yang terkena dampak dari peraturan perundangan atau kebijakan, juga dari keberadaan perusahaan, menunjukkan kepedulian dan melakukan kontrol sosial secara obyektif dan bertanggung jawab.
Salah satu prinsip governance yang baik adalah berjalannya mekanisme “check & balance” pada suatu korporasi Mengacu pada struktur organisasi korporasi, Untuk tegaknya governance yang baik, perlu pemisahan yang tegas antara fungsi regulasi dengan fungsi korporasi. Fungsi regulasi antara lain mencakup mengeluarkan peraturan dan kebijakan termasuk monitoring dan pengawasannya dalam rangka untuk menghasilkan laba, tumbuh dan berkembang secara sehat sebagai lokomotif penggerak ekonomi sektor riil. Sedangkan fungsi korporasi mencakup pembiayaan perusahaan (corporate finance), penetapan dan perubahan anggaran dasar, penunjukan direksi dan komisaris, kebijakan pembagian dividen, aksi perusahaan (corporate action), penyelenggaraan RUPS, dan mendapatkan informasi material dan relevan tentang kegiatan perusahaan.
Untuk mendukung Good Corporate Governance diperlukan adanya budaya organisasi yang baik Budaya organisasi amat besar pengaruhnya pada keberhasilan dan mati hidup sebuah organisasi. Karena itulah perusahaan bersedia mengeluarkan dana yang amat besar untuk mengubah budaya perusahaan (corporate culture)
Budaya organisasi adalah semua ciri yang menunjukkan kepribadian suatu organisasi: keyakinan bersama, nilai-nilai dan perilaku-perlaku yang dianut oleh semua anggota organisasi. Budaya organisasi adalah tradisi yang sangat sukar diubah. Dalam bukunya “Budaya Korporat dan Keunggulan Korporasi”, Djokosantoso Mulyono mendifinisikan budaya organisasi sebagai “sistim nilai yang diyakini oleh semua anggota organisasi, yang dipelajari, diterapkan dan dikembangkan secara berkesinambungan, berfungsi sebagai sistem perekat, dan dapat dijadikan acuan berprilaku dalam organisasi untuk mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan”.
Peter Bijur (2001) menganggap syarat yang paling utama untuk menjamin keberhasilan upaya perubahan budaya organisasi adalah kepemimpinan yang kuat (strong leadership) baik dalam kemampuan memimpin mau pun dalam ketajaman visinya. Selanjutnya, ada 5 faktor yang penting untuk mensukseskan perubahan budaya organisasi yaitu:
- Nilai-nilai yang mendukung pencapaian visi yang telah ditetapkan;
- Motivasi yang mampu memobiliasi dukungan untuk perubahan;
- Ide dan Strategi yang tepat untuk menciptakan lingkungan yang mampu menyuburkan kebersamaan dalam perumusan ide-ide dan strategi untuk mendorong perubahan.
- Tujuan yang jelas serta selalu dikomunikasikan kepada para anggota organisasi;
- Etik kinerja yang ditumbuhkan dengan sistem remunerasi dan penghargaan yang tepat.
Penerapan prinsip – prinsip Good Corporate Governance dalam proses IPO sangatlah dibutuhkan, karena penjualan saham pertama sangatlah diminati banyak orang, terutama pada perusahaan-perusaan yang dinilai mempunyai prospek yang bagus dikemudian hari.
Perusahaan dalam melakukan penjualan saham pertama kalinya, biasanya menggunakan banker investasi (Investment banker) sebagai perantara dan pemberi sarana, banker investasi juga berfungsi sebagai pembeli saham (underwriting function) dan juga sebagai pemasar saham ke investor di pasar sekunder. Banker yang melakukan proses underwriting ini disebut sebagai underwriter.
Harga saham penawaran perdana ditentukan berdasarkan kesepakatan antara perusahaan emiten dengan underwriter (penjamin emisi efek). Walaupun emiten dan underwriter secara bersama-sama mengadakan kesepakatan dalam menentukan harga perdana saham, namun sebenarnya mereka masing-masing mempunyai kepentingan yang berbeda. Sebagai pihak yang membutuhkan dana,emiten menginginkan harga perdananya yang tinggi, karena dengan harga perdana yang tinggi emiten berharap akan segera merealisasikan rencana proyeknya. Di lain pihak, underwriter sebagai penjamin emisi berusaha untuk meminimalkan resiko yang ditanggungnya. Sebagai penjamin emisi, underwriter lebih sering berhubungan dengan pasar daripada emiten. Maka di sini pihak underwriter dimungkinkan untuk memiliki informasi yang lebih banyak bila dibandingkan dengan pihak emiten. Kondisi asimetry inilah yang menyebabkan terjadinya underpricing, di mana underwriter merupakan pihak yang memiliki kelebihan informasi, dan menggunakan ketidaktahuan emiten untuk memperkecil resiko.
Penelitian Husnan (1996) menunjukan bahwa IPO pada perusahaan - perusahaan privat maupun pada perusahaan milik negara (BUMN) biasanya mengalami underpriced. Beberapa penelitian menjelaskan mengapa harga pada penawaran perdana lebih rendah dari pada harga pada hari pertama perdagangan di pasar sekunder. Carter dan Manaster (1990) menjelaskan bahwa harga saham yang di bawah harga wajar adalah hasil dari ketidakpastian harga saham pada pasar sekunder.
Jumlah saham yang ditawarkan kepada publik mencerminkan sedikit banyaknya private information perusahaan. Semakin banyaknya jumlah saham yang ditawarkan kepada public maka akan semakin kecil jumlah private information yang ada, sehingga mempengaruhi tingkat garga saham.
Informasi itu harus dijamin kebenarannya sehingga masyarakat pemodal dapat memahami kondisi perusahaan dalam mengambil keputusan investasinya. Perusahaan harus menyampaikan informasi mengenai
– Keadaan usahanya termasuk keadaan keuangan.
– Aspek hukum, manajemen, kejadian-kejadian penting.
– Fakta material serta harta kekayaan perusahaan kepada masyarakat
initial public offering(IPO) dalam makalah ini meliputi lamanya perusahaan berdiri, total asset, financial leverage, dan Return On Asset (ROA) yang mempengaruhi terhadap tingkat underpriced. Lamanya perusahaan berdiri dapat mencerminkan kemampuan perusahaan tersebut untuk tetap dapat melangsungkan usahanya, dengan semakin lamanya perusahaan melangsungkan usahanya maka akan menambah kepercayaan masyarakat terhadap perusahaan
tersebut sehingga hal ini akan meningkatkan harga saham. Kondisi ini akan mengindikasikan bahwa adanya pengaruh umur perusahaan terhadap tingkat harga saham.
Elemen-elemen laporan keuangan dan rasio-rasio keuangan tahun sebelumnya merupakan informasi tentang perusahaan yang dapat di pakai oleh para investor sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan untuk melakukan investasi karena dapat mencerminkan kinerja suatu perusahaan. Elemen-elemen laporan keuangan dan rasio-rasio keuangan dapat mempengaruhi harga saham di pasar sekunder sehingga mempengaruhi initial return. Hal ini menunjukan bahwa total asset, financial leverage, dan Return On Asset (ROA) mempengaruhi tingkat harga saham.
IPO memang menjadi suatu fenomena yang cukup ditunggu oleh para investor, karena “umumnya” harga penawaran IPO cenderung lebih murah dibandingkan nilai “wajar”. Hal tersebut karena perseroan biasanya memberikan ruang gerak bagi para investor untuk memetik keuntungan.
Namun tidak semua saham IPO itu “pasti” bagus, untuk memilih saham IPO memang tidak mudah karena investor biasanya hanya diberikan prospektus singkat mengenai perusahaan. Beberapa hal yang sebaiknya dicermati dalam memilih saham IPO antara lain tujuan penggunaan dana IPO oleh perusahaan, kinerja keuangan perusahaan, prospek bisnis yang sedang digeluti oleh perusahaan, dan pastinya harga penawaran saham perusahaan tersebut. PT Elang Mahkota Teknologi (EMTK) setidaknya sudah menunjukkan bahwa tidak semua saham IPO harganya bisa langsung membumbung tinggi.
Pergerakan harga saham memang tidak semuanya didasarkan oleh kinerja perusahaan. Kondisi ekonomi global, pergerakan harga komoditas, suku bunga Bank Indonesia, aksi korporasi tertentu, bahkan terorisme bisa saja membuat harga saham bergerak volatile.
Kebanyakan investor sangat dipengaruhi oleh dua faktor utama, yaitu tamak (greed) dan takut (fear). Bila pasar sedang bergejolak, investor jadi takut. Bukannya menjual pada saat harga sedang naik malah menjual saat turun. “Hot tip” yang diberikan teman terkadang juga dijadikan satu-satunya masukan dengan harapan menjadi miluner dalam waktu pendek.
Mereka melakukan hal tersebut karena mereka manusia dan mereka juga kurang memiliki ketetapan hati dalam melaksanakan perencanaan yang telah dibuat atau malah tidak memiliki perencanaan investasi sama sekali. Kita sering kali mengambil keputusan berdasarkan emosi semata yang bisa sangat merusak investasi yang telah dilakukan.