European Coal and Steel Community (ECSC)

Keinginan untuk terbentuknya Eropa yang bersatu sudah dimulai sejak lama. Sekitar abad ke 9 kekaisaran Charlemagne telah menguasai hampir seluruh wilayah Eropa barat. Di awal tahun 1800-an, Napoleon I dari kekaisaran Perancis berhasil menaklukkan sebagian besar benua Eropa ke dalam wilayah kekuasaannya. Semasa Perang Dunia II (1939 – 1945), Adolf Hitler nyaris sukses dalam mempersatukan Eropa di bawah bendera Nazi. Semua usaha yang disebutkan di atas pada akhirnya mengalami kegagalan karena lebih bersifat ingin menguasai negara/bangsa lain daripada mengadakan kerjasama di antara mereka.

Meskipun Uni Eropa secara resmi baru terbentuk tanggal 1 November 1993, pondasi dari pendirian kerjasama ini dimulai tahun 1950 ketika Menteri Luar Negeri Perancis saat itu, Robert Schuman, dalam pidatonya menyerukan agar negara-negara Eropa memulai proses penyatuan Eropa secara bertahap. Proposal kerjasama yang dikenal dengan nama The Schuman Plan ini berupa integrasi industri baja dan batubara Perancis dan Jerman serta mengajak negara-negara lain untuk berpartisipasi. Bentuk dari integrasi ini adalah pembentukan European Coal and Steel Community (ECSC).[1] Pembentukan ECSC ini dimaksudkan sebagai mekanisme pengaturan industri baja dan batubara yang memainkan peranan penting dalam perindustrian modern, terutama industri persenjataan.

Perjanjian yang menandai terbentuknya ECSC ditandatangani pada tahun 1951 oleh Perancis, Jerman Barat, Italia, Belgia, Belanda, serta Luksemburg, dan mulai berlaku efektif di tahun berikutnya. Pada tahun 1957 partisipan ECSC kembali menandatangani dua perjanjian di Roma, yang menjadi dasar terbentuknya European Atomic Energy Community (Euratom) demi pengembangan energi atom yang bermanfat, serta pembentukan Masyarakat Ekonomi Eropa (European Economic Community; EEC).[2]

Selanjutnya di bulan Juli 1967 didirikanlah sebuah organisasi Masyarakat Eropa (European Community; EC), yang merupakan hasil peleburan tiga organisasi (EEC, ECSC, Euratom). Sejumlah perjanjian ekonomi mendasar dari EEC secara bertahap diimplementasikan, dan hasilnya di tahun 1968 seluruh hambatan tarif di antara negara anggota berhasil dihilangkan. Setelah melalui negosiasi alot selama hampir dua tahun, pada tahun 1972 disetujui adanya penambahan anggota baru EC terhitung sejak tanggal 1 Januari 1973. Tambahan negara tersebut adalah Inggris, Irlandia, dan Denmark. Satu negara lain, Norwegia, gagal bergabung karena terganjal hasil referendum nasional masyarakatnya yang menolak masuk ke dalam keanggotaan European Community.

Cepatnya perubahan-perubahan di bidang politik pada akhir 1980-an sekali lagi memaksa European Community untuk meningkatkan kerjasama dan integrasinya. Keruntuhan faham komunisme di Eropa Timur membuat banyak bekas negara komunis berpaling pada EC untuk mendapat dukungan politik dan bantuan ekonomi. EC sepakat untuk memberi bantuan kepada negara-negara tersebut, namun menolak untuk secara langsung menerima mereka dalam keanggotaan EC.

Atas dasar perkembangan politik yang sangat cepat itulah Perancis dan Jerman Barat mengusulkan adanya konferensi antarnegara untuk mempercepat rencana penyatuan Eropa.[3] Pada tahun 1989 dilangsungkan sebuah konferensi yang membahas rencana pembentukan suatu monetary union, yang menjadi dasar bagi penerapan mata uang tunggal Eropa oleh negara-negara anggota EC. Ketika itu Perdana Menteri Inggris Margaret Thatcher menentang usulan peningkatan usaha penyatuan Eropa, namun keadaan berubah ketika John Major -dengan pendekatannya yang lebih terbuka terhadap ide penyatuan Eropa- menjadi Perdana Menteri Inggris di tahun 1990.[4] Sejumlah konferensi susulan pun dilangsungkan menuju pembentukan Uni Eropa.

Pada bulan Desember 1990 sejumlah petinggi negara-negara Eropa memulai proses menuju terciptanya kohesi politik yang lebih erat di antara negara-negara di kawasan Eropa dengan tujuan utama terbentuknya kebijakan luar negeri dan keamanan bersama, serta mata uang tunggal Eropa. Setelah melalui diskusi yang panjang, pada bulan Desember 1991 di kota Maastricht, Belanda, Uni Eropa dibentuk dan diterima oleh Dewan Eropa melalui Traktat Uni Eropa (Treaty on European Union). Melalui traktat ini Economy and Monetary Union (EMU) juga terbentuk.

Karena masih adanya persoalan-persoalan dari negara Eropa terhadap substansi traktat ini, akhirnya Perjanjian Maastricht yang menandai terbentuknya Uni Eropa secara resmi mulai berlaku sejak tanggal 1 November 1993, setelah melalui ratifikasi oleh semua negara anggota penandatangan perjanjian, yaitu Belgia, Denmark, Perancis, Jerman Bersatu, Inggris, Yunani, Irlandia, Italia, Luksemburg, Belanda, Portugal, dan Spanyol. Perjanjian ini terdiri dari 7 Titel dilengkapi oleh 14 Protokol dan 33 Deklarasi.[5] Ketujuh Titel beserta Protokol dan Deklarasi itu pada dasarnya dapat disimpulkan dalam tiga area utama: penyatuan ekonomi, penyatuan politik, dan kerjasama politik luar negeri dan keamanan bersama Eropa (Common Foreign and Security Policy).

Awalnya para pendiri European Community mengharapkan munculnya suatu kekuatan baru dalam kebersamaan di antara negara-negara Eropa. Melalui suatu konsep Eropa bersatu, negara-negara Eropa akan dapat menyatukan kekuatan untuk memainkan peran politiknya dalam skala regional maupun global. Cita-cita itu kini dirumuskan dalam Perjanjian Maastricht, terutama dengan Titel V tentang Common Foreign and Security Policy (untuk selanjutnya disingkat CFSP), yang menjadi landasan bagi pemberlakuan CFSP Uni Eropa terhitung sejak tanggal 1 Mei 1999 melalui Amsterdam Treaty.

Salah satu pencapaian Amsterdam Treaty adalah dibentuknya High Representatives untuk CFSP. Pada bulan Oktober 1999, Javier Solana Madariaga, mantan Menteri Luar Negeri Spanyol dan Sekretaris Jenderal NATO, menjadi orang pertama yang memegang jabatan tersebut untuk periode lima tahun.[6] Bersama-sama dengan komisi dan negara anggota, ia bertugas memastikan kelangsungan dan efisiensi dari politik luar negeri Uni Eropa.

Amsterdam Treaty juga memformulasikan tujuan pertahanan dan keamanan Uni Eropa dengan membuka peluang terhadap penggunaan kapabilitas militer dan non-militer untuk penanggulangan masalah-masalah kemanusiaan. Melalui perjanjian ini pula pada akhirnya mampu tercipta proses pembuatan keputusan CFSP, dan menyediakan sarana penyatuan strategi bersama pada bidang-bidang di mana negara-negara anggota Uni Eropa saling berbagi kepentingan.

[1] Derek W. Urwin, European Union. Microsoft Encarta Reference Library, 2003.
[2] Mark R. Amstutz, International Conflict and Cooperation: An Introduction to World Politics, Brown & Benchmark Publishers, Dubuque, 1995, hlm. 370.
[3] Konferensi antarnegara, atau biasa disebut Intergovernmental Conference (ICG), adalah pertemuan di antara negara anggota EC yang dimaksudkan untuk memulai proses formal menuju perubahan atau revisi Traktat EC.
[4] Derek W. Urwin, Op. Cit.
[5] Ketujuh Titel penting itu adalah: Titel I tentang Ketentuan Umum, Titel II Amandemen Perjanjian EEC, Titel III Amandemen Perjanjian ECSC, Titel IV Amandemen Perjanjian Euratom, Titel V Kebijakan Luar Negeri dan Keamanan Bersama (Common Foreign and Security Policy), Titel VI Ketentuan Kerjasama dalam Masalah Keadilan dan Urusan Dalam Negeri, dan Titel VII Ketentuan Penutup.
[6] The European Union and The World: Europe on the Move, Office for Official Publications of the European Communities, Luxembourg, 2001, hlm. 34.

Subscribe to receive free email updates: