Politik luar negeri Inggris dapat dilihat sebagai politik
luar negeri yang berorientasi ‘atlanticist’, atau
dengan kata lain menjalin hubungan istimewa dengan partnernya yang berasal dari
seberang samudera atlantik, Amerika Serikat. Inggris cenderung ingin untuk
memiliki kekuatan terlepas dari kekuatan yang dimiliki oleh Eropa karena merasa
memiliki hubungan istimewa dengan AS tersebut. Berdasarkan Memorandum Crowe
tahun 1907 tercantum orientasi politik luar negeri Inggris dengan karakteristik
yang ditentukan oleh kondisi geografis yang memisahkannya dengan Eropa daratan.
Inggris merupakan negara pulau yang memiliki negara-negara koloni yang tersebar
di seluruh dunia, oleh sebab itulah keberadaan Inggris sebagai suatu komunitas
independen ditentukan oleh seberapa jauh Inggris dapat menguasai wilayah
lautan.
Ketika Tony Blair mengambil alih pimpinan pemerintahan di tahun 1997, ia merombak pola pandang Inggris lama dan menggantinya dengan sesuatu yang baru pada EU Summit di kota Portschach bulan Oktober 1998. Inggris mulai bersikap terbuka terhadap integrasi Eropa dan menyadari arti pentingnya pertahanan Eropa yang otonom. Blair nampaknya menyadari kalau ia dapat memaksimalkan pengaruh Inggris dalam hubungan internasional jika ia mampu mengkombinasikan kedekatan hubungan Inggris - AS dengan posisi yang lebih kooperatif di dalam Uni Eropa. Blair juga menegaskan bahwa Inggris sama sekali tidak membuat prioritas dalam hubungannya dengan AS maupun dengan UE. Ia mengatakan bahwa Inggris memiliki potensi dalam menjembatani hubungan Eropa - AS.
Inggris saat ini merupakan negara dengan perekonomian terbesar keempat di dunia, secara aktif mengembangkan program-program bantuan terhadap negara dunia ketiga, selain memiliki sejumlah investasi-investasi yang tersebar di banyak negara, hanya bisa disaingi oleh AS. Inggris juga memiliki angkatan bersenjata yang sangat kuat. Inggris nampak sangat menikmati penyebaran nilai-nilai kebudayaannya yang sangat banyak dibantu oleh bahasa Inggris sebagai bahasa yang paling universal. Inggris juga merupakan anggota tetap Dewan Keamanan PBB, sebuah badan supremasi dalam pembuatan keputusan.
Melalui diplomasinya, Inggris beranggapan mereka telah mencapai tahap politik luar negeri yang mereka inginkan, terutama dalam menciptakan kondisi yang lebih baik pasca runtuhnya tembok Berlin. Namun demikian tidak ada jaminan runtuhnya Uni Soviet akan menjadikan dunia lebih baik, hal ini ditunjukkan di banyak bagian dunia seperti Afrika dengan tingkat kelaparan dan kemiskinannya. Namun demikian apa yang diperlihatkan oleh negara-negara di kawasan Eropa Tengah dan Timur dalam 12 tahun terakhir sangatlah mengagumkan. Sepuluh negara dari kawasan tersebut bergabung, atau akan segera bergabung, ke dalam keanggotaan Uni Eropa serta NATO. Kawasan Balkan, meski awalnya agak sulit, sekarang mulai menunjukkan tanda-tanda kooperatif. Inggris sekarang tidak melihat adanya prospek akan terjadinya konflik di antara sesama negara Eropa.
Menurut Menteri Luar Negeri Inggris Jack Straw, tujuan politik luar negeri Inggris adalah mencapai kepentingan Inggris di dunia yang aman, stabil dan sejahtera. Untuk mencapainya, menurut Straw politik luar negeri Inggris dapat dibagi menjadi tiga pilar yaitu keamanan, keadilan, dan kesejahteraan, di mana sebagai pemersatu ketiga pilar ini dipilihlah keadilan sebagai poros utamanya.