Jika melihat pada tradisi Inggris, maka menurut Tony Blair
karakter antar pemerintahan di Uni Eropa seharusnya dapat lebih diperkuat lagi
melalui reformasi mendasar akan tugas European
Council sebagai agenda-setter
bagi UE, serta pembentukan komisi baru di dalam European Parliament di mana perwakilan dari parlemen-parlemen
nasional negara anggota dapat terwakili. Mengenai perdebatan akan masalah Quality Majority Voting (QMV), meskipun
Inggris mulai lebih bersikap menerima diterapkannya QMV di sejumlah isu,
berbeda dengan Jerman yang tidak mempermasalahkan jika QMV diterapkan di
seluruh isu Uni Eropa termasuk masalah-masalah kebijakan luar negeri dan
keamanan. Inggris masih menolak jika QMV tersebut akan diterapkan pada area
krusial Inggris seperti masalah perpajakan serta kebijakan luar negeri dan
keamanan. Menurut Jack Straw, kebijakan QMV tersebut akan saling bersinggungan
dengan kepentingan-kepentingan nasional vital Inggris yang tidak dapat begitu
saja ditentukan melalui pemungutan suara di UE.
Meskipun pemerintahan Partai Buruh dipandang sebagai pemerintahan yang mendukung integrasi Eropa, namun Inggris tetap menangguhkan dukungannya terhadap pembentukan suatu konstitusi tertulis UE. Merespon usulan konstitusi UE yang diusulkan Jerman serta pembentukan federasi Eropa, dalam pidatonya di Polish Stock Exchange, Warsawa pada bulan Oktober 2000 Tony Blair mengakui bahwa pemerintahannya akan menolak model pasar bebas Eropa yang pernah diajukan Partai Konservatif. Namun Inggris akan bekerjasama secara lebih mendalam dengan negara-negara Eropa lain dalam hal kerjasama ekonomi, lingkungan, penanganan tindak kriminal serta isu-isu yang menyangkut hubungan luar negeri dan keamanan. Sebagai hasilnya Inggris berharap dapat tercipta Eropa yang secara ekonomi dan politik ‘a superpower, but not a superstate’.
Pada kesempatan yang sama Blair mengekspresikan pandangan tradisional Inggris yang meragukan prospek usulan konstitusi tertulis dan perjanjian yang mengikat secara legal sebagai basis kerjasama konstitusional UE. Inggris lebih memilih untuk mengusulkan dibentuknya suatu pernyataan prinsip-prinsip atau suatu piagam kompetensi, yang sama sekali tidak mengikat. Tanggung jawabnya hanya berada pada masalah politis. Blair sekaligus mengemukakan perspektif Inggris bahwa suatu debat konstitusional tidaklah perlu untuk diakhiri dengan suatu perjanjian yang mengikat secara legal, yang dinamakan Konstitusi, demi kelangsungan Uni Eropa yang dinamis.
Di bulan Februari 2002 Menteri Luar Negeri Jack Straw mengkonfirmasi kepada publik bahwa Inggris mendukung dibentuknya suatu pernyataan prinsip-prinsip tertulis yang dapat memperjelas pembagian wewenang dalam kerangka kerja UE, sekaligus menjelaskan tujuan UE, bagaimana UE dapat menjadi lebih bernilai, seta memberi garis pemisah yang jelas antara wewenang UE dan hak serta tanggung jawab negara anggota tanpa menjadikan UE sebagai sebuah superstate.
Pemerintah Inggris juga tidak melihat rencana enlargement sebagai sesuatu yang dapat menghambat proses integrasi, namun melihatnya sebagai sebuah kesempatan emas untuk lebih memperkuat keamanan dan stabilitas bagi Eropa secara keseluruhan. Seperti yang pernah dikatakan Blair, bahwa tanpa enlargement Eropa Barat akan selalu menghadapi ancaman instabilitas kawasan, konflik, serta migrasi besar-besaran tak terkontrol di daerah perbatasan.