TEORI INFLASI

TEORI INFLASI
Secara garis besar ada 3 (tiga) kelompok teori mengenai inflasi. Ketiga teori itu adalah, Boediono (1982: 169-170):
1.    Teori Kuantitas (persamaan pertukaran dari Irving Fisher: MV=PQ)
Teori kuantitas adalah teori yang paling tua mengenai inflasi, namun teori ini masih sangat berguna untuk menerangkan proses inflasi di zaman modern ini, terutama di negara-negara yang sedang berkembang. Teori ini mengatakan bahwa penyebab utama dari inflasi adalah:
a.    Pertambahan jumlah uang yang beredar
b.    Psikologi (harapan) masyarakat mengenai kenaikan harga-harga (expectations) di masa mendatang.
Tambahan jumlah uang beredar sebesar x% bisa menumbuhkan inflasi kurang dari x%, sama dengan x% atau lebih besar dari x%, tergantung kepada apakah masyarakat tidak mengharapkan harga naik lagi, akan naik tetapi tidak lebih buruk daripada sekarang atau masa-masa lampau, atau akan naik lebih cepat dari sekarang, atau masa-masa lampau.
TEORI INFLASI

2.    Teori Keynes
Teori Keynes mengatakan bahwa inflasi terjadi karena masyarakat hidup di luar batas kemampuan ekonomisnya. Teori ini menyoroti bagaimana perebutan rezeki antara golongan-golongan masyarakat bisa menimbulkan permintaan agregat yang lebih besar daripada jumlah barang yang tersedia (yaitu, apabila timbul inflationary gap). Selama inflationary gap tetap ada, selama itu pula proses inflasi berkelanjutan. Teori ini menarik karena:
a.    Menyoroti peranan system distribusi pendapatan dalam proses inflasi,
b.    Menyarankan hubungan antara inflasi dan faktor-faktor non-ekonomis.

3.    Teori strukturalis
Teori strukturalis adalah teori mengenai inflasi yang didasarkan atas pengalaman di negara-negara Amerika Latin. Teori ini memberikan tekanan pada ketegaran (inflexibilities) dari struktur perekonomian negara-negara sedang berkembang. Teori strukturalis adalah teori inflasi jangka panjang. Disebut teori inflasi jangka panjang karena inflasi dikaitkan dengan faktor-faktor structural dari perekonomian (yang, menurut definisi, faktor-faktor ini hanya bisa berubah secara gradual dan dalam jangka panjang). Menurut teori ini, ada 2 (dua) ketegaran utama dalam perekonomian negara-negara sedang berkembang yang bisa menimbulkan inflasi.
a.    Ketegaran yang pertama berupa “ketidakelastisan” dari penerimaan ekspor, yaitu nilai ekspor yang tumbuh secara lamban dibanding dengan pertumbuhan sektor-sektor lain. Kelambanan ini disebabkan karena :
1)   Harga di pasar dunia dari barang-barang ekspor negara tersebut makin tidak menguntungkan dibanding dengan harga barang-barang impor yang harus dibayar.
2)   Supply atau produksi barang-barang ekspor yang tidak responsive terhadap kenaikan harga (supply barang-barang ekspor yang tidak elastis). Kelambanan pertumbuhan ekspor ini berarti kelambanan kemampuan untuk mengimpor barang-barang yang dibutuhkan untuk konsumsi maupun untuk investasi. Akibatnya, negara tersebut terpaksa mengambil kebijaksanaan pembangunan yang menekankan pada penggalakan produksi dalam negeri dari barang yang sebelumnya diimpor (import substitution strategy).

b.    Ketegaran yang kedua berkaitan dengan ketidakelastisan dari supply atau produksi bahan makanan di dalam negeri. 

Subscribe to receive free email updates: