Pilar Arsitektur Perbankan Indonesia

Secara etimologi bank berasal dari bahasa Italia yang berarti bantu atau pembantu. Namun seiring berjalannya waktu, pengertian bank meluas menjadi suatu bentuk pranata sosial yang bersifat finansial, yang melakukan kegiatan keuangan dan melaksanakan jasa-jasa keuangan. Pengertian mengenai perbankan ini juga di atur secara jelas didalam peraturan perundang-undangan, seperti dalam Undang-Undang No. 10 tahun 1998 pasal 1 angka 2 yang menyebutkan bahwa Bank adalah suatu badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainya, dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.

Sistem perbankan Indonesia adalah sebuah tata cara, aturan-aturan dan pola bagai mana sebuah sektor perbankan (dalam hal ini bank-bank yang ada) menjalankan usaha nya sesuai dengan ketentuan (sistem) yang dibuat oleh pemerintah[1]. Sistem perbankan di Indonesia terbangun dengan kosep yang dilandaskan pada sistem perekonomian yang ada. Indonesia menetapkan sistem perekonomiannya sebagai sistem ekonomi yang demokrasi sesuai dengan landasan negara yaitu Pancasila. Hal ini diatur dalam Undang-Undang Azas Perbankan Indonesia, pada Pasal 2 UU No. 7 Tahun 1992, yang berbunyi : “Perbankan Indonesia dalam menjalankan Usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan prinsip kehati-hatian”. Demokrasi ekonomi yang dimaksud adalah demokrasi ekonomi berdasarkan pancasila dan UUD 1945.

Dalam menjalankan sebuah sistem perbankan yang baik, perlu ada nya pilar-pilar yang menyangga agar sebuah sistem tersebut dapat berjalan. Dalam sistem perbankan indonesia, pilar ini disebut dengan arsitektur perbankan indonesia (API). Arsitektur Perbankan Indonesia (API) merupakan suatu kerangka dasar sistem perbankan Indonesia yang bersifat menyeluruh dan memberikan arah, bentuk, dan tatanan industri perbankan untuk rentang waktu lima sampai sepuluh tahun ke depan[2]. Arah kebijakan pengembangan industri perbankan di masa datang yang dirumuskan dalam API dilandasi oleh visi mencapai suatu sistem perbankan yang sehat, kuat dan efisien guna menciptakan kestabilan sistem keuangan dalam rangka membantu mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. Berpijak dari adanya kebutuhan blue print perbankan nasional dan sebagai kelanjutan dari program restrukturisasi perbankan yang sudah berjalan sejak tahun 1998, maka Bank Indonesia pada tanggal 9 Januari 2004 telah meluncurkan API sebagai suatu kerangka menyeluruh arah kebijakan pengembangan industri perbankan Indonesia ke depan.

Peluncuran API tersebut tidak terlepas pula dari upaya Pemerintah dan Bank Indonesia untuk membangun kembali perekonomian Indonesia melalui penerbitan buku putih Pemerintah sesuai dengan Inpres No. 5 Tahun 2003, dimana API menjadi salah satu program utama dalam buku putih tersebut. Bertitik tolak dari keinginan untuk memiliki fundamental perbankan yang lebih kuat dan dengan memperhatikan masukan-masukan yang diperoleh dalam mengimplementasikan API selama dua tahun terakhir, maka Bank Indonesia merasa perlu untuk menyempurnakan program-program kegiatan yang tercantum dalam API. Penyempurnaan program-program kegiatan API tersebut tidak terlepas pula dari perkembangan-perkembangan yang terjadi pada perekonomian nasional maupun internasional. Penyempurnaan terhadap program-program API tersebut antara lain mencakup strategi-strategi yang lebih spesifik mengenai pengembangan perbankan syariah, BPR, dan UMKM ke depan sehingga API diharapkan memiliki program kegiatan yang lebih lengkap dan komprehensif yang mencakup sistem perbankan secara menyeluruh terkait Bank umum dan BPR, baik konvensional maupun syariah, serta pengembangan UMKM.



GAMBAR . ENAM PILAR API


Namun pada masa sekarang ini, landasan maupun prinsip perekonomian Indonesia sedikit berubah dan melenceng dari yang telah ditetapkan sejak awal. Sistem perekonomian di Indonesia sudah mendekati sistem perekonomian kapitalis, dimana lebih mengedepankan sisi-sisi individualistis, persaingan bebas, dan hanya mengedepankan keuntungan semata. Seperti yang di ungkapkan oleh Munawar Ismail, “sistem demokrasi ekonomi berbeda dengan negara kapitalis yang mendasarkan pada nilai-nilai individualisme dan persaingan bebas. Sistem ekonomi Indonesia mendasarkan pada semangat kekeluargaan”[3].

Berbagai keganjilan dalam sistem perbankan di Indonesia ini telah ditangkap sejak lama oleh salah satu mantan petinggi Bank Indonesia, yang mengungkapkan bahwa “ Sistem perbankan di Indonesia telah cacat sejak lahir”[4].

Salah satu kasus nyata dari penyimpangan prinsip perekonomian Indonesia terjadi dalam kasus Bank Century. Langkah penyelamatan yang diambil oleh Bank Indonesia melalui pemberian bailout menimbulkan pro dan kontra baik dalam pemerintah maupun masyarakat. Beberapa pihak menganggap langkah ini tidak seharusnya dilakukan, karena manfaat yang diperoleh tidak sebanding dengan besarnya dana yang harus dikeluarkan oleh Bank Indonesia.

Hal inilah yang akan menjadi landasan penelaahan lebih lanjut mengenai sistem perbankan di Indonesia yang mulai menyimpang dari kaidah serta asas awalnya.

[1] Dahlan Siamat,Manajemen Lembaga Keuangan,, Sistem perbankan indonesia.
[2] http://www.bi.go.id
[3] http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/08/01/03021761/tafsir.ulang.sistem.ekonomi.indonesia
[4] http://banking.blog.gunadarma.ac.id/2009/10/31/sistem-perbankan-indonesia-yang-cacat-sejak-lahir/

Subscribe to receive free email updates: