Pelimpahan Wewenang Pemungutan Pajak - Pemungutan pajak Negara tidak selalu dilakukan oleh petugas pajak yang diangkat oleh pejabat pajak dalam lingkungan Direktorat Jenderal Pajak, tetapi dapat dilakukan oleh pihak-pihak yang khusus diangkat berdasarkan ketentuan hukum pajak yang berlaku. Pajak Bumi dan Bangunan sebagai pajak Negara, pemungutannya dilimpahkan kepada gubernur kepala daerah dan/atau bupati/walikota.
Pelimpahan wewenang untuk memungut Pajak Bumi dan Bangunan didasarkn pada Pasal 14 UU PBB yang menyatakan bahwa “Menteri Keuangan dapat melimpahkan kewenangan penagihan pajak kepada gubernur kepala daerah tingkat I dan/atau bupati/walikotamadya kepala daerah tingkat II.” Pelimpahan wewenang penagihan pajak tersebut bukan dalam hal penagihan, tetapi hanya sebagai pemungut pajak, sedangkan pendataan objek pajak dan penetapan pajak yang terutang tetap menjadi kewenangan Menteri Keuangan.
Pelimpahan wewenang ini tidak mencakup penagihan Pajak Bumi dan Bangunan karena pengihan dengan pemungutan pajak memiliki substansi hukum yang berbeda. Penagihan pajk tertuju pad wewenang untuk menerbitkan surat pemberitahuan pajak terutan (SPPT), surat ketetapan pajak (SKP), dan surat tagihan pajak (STP) terhadap Pajak Bumi dan Bangunan yang terutang. Pemugutan Pajak Bumi dan Bangunan hanya tertuju pada kegiatan memungut pajak yang dilakukan oleh petugs pajak. Dengan kata lain, tidak ada pemungutan pajak tanpa didasarkan pada penagihan pajak dari pejabat pajak karena pejabat pajak yang menerbitkan dasar penagihan pajak, sepeti SPPT, SKP, dan STP.
Pertimbangan dilimpahkannya pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan kepada gubernur kepala daerah atau bupati/walikota adalah karena memiliki aparat atau petugas di tingkat kelurahan maupun desa. Aparat atau petugas tersebut memiliki data yang lengkap tentang objek Pajak Bumi dan Bangunan serta Wajib Pajak Bumi dan Bangunan yang bertempat tinggal di kelurahan atau desa tersebut.