Pengertian Pajak
Negara dalam menyelenggarakan pemerintahan mempunyai kewajiban untuk menjaga kepentingan rakyatnya, baik dalam bidang kesejahteraan, keamanan, pertahanan, maupun kecerdasan kehidupannya. Hal ini sesuai dengan tujuan Negara yang dicantumkan di dalam Pembukaan UUD 1945 pada alinea keempat yang berbunyi “melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia serta untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan keadilan sosial.” Negara memerlukan dana untuk mewujudkan tujuan tersebut, sehingga diperlukan dana yang tentunya didapat dari rakyat itu sendiri melalui pemungutan pajak.
Kemudian dalam Pasal 23A UUD 1945 hasil amandemen disebutkan bahwa pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan Negara diatur dengan undang-undang. Dengan kata lain, pajak harus berlandaskan undang-undang, berarti pemungutan pajak tersebut telah mendapat persetujuan dari rakyat melalui perwakilannya di DPR yang biasa disebut “berdasarkan yuridis”. Asas ini telah memberikan jaminan hukum yang tegas akan hak Negara dalam memungut pajak.
Dalam UU KUP No. 28 Tahun 2007 Pasal 1 angka 1, disebutkan bahwa pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Definisi mengenai “pajak” ini baru diatur dalam UU KUP No. 28 Tahun 2007. Dalam UU KUP sebelumnya, tidak pernah diterangkan secara lugas mengenai pengertian “pajak” sebagai kontribusi wajib kepada Negara.
Ada lima unsur yang melekat dalam pengertian pajak tersebut, yaitu:
a. Pembayaran pajak harus berdasarkan undang-undang;
b. Sifatnya dapat dipaksakan;
c. Tidak ada kontra-prestasi (imbalan) yang langsung dapat dirasakan oleh pembayar pajak;
d. Pemungutan pajak dilakukan oleh negara baik oleh pemerintah pusat maupun daerah;
e. Pajak digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran pemerintah bagi kepentingan masyrakat umum.
Sifat pemungutan pajak yang dapat dipaksakan dapat dijelaskan dimana uang yang dikumpulkan dari pajak akan dikembalikan kepada rakyat dalam bentuk pembangunan serta pelayanan yang diberikan oleh pemerintah. Supaya ada kepastian dalam proses pengumpulannya dan berjalannya pembangunan secara berkesinambungan, maka sifat pemaksaannya harus ada dan rakyat itu sendiri telah menyetujuinya dalam bentuk undang-undang. Unsur pemaksaan di sini berarti apabila Wajib Pajak tidak mau membayar pajak, pemerintah dapat melakukan upaya paksa dengan mengeluarkan suatu surat paksa agar Wajib Pajak mau melunasi utang pajaknya.
Pertanyaannya adalah mengapa swasta tidak diperbolehkan melakukan pemungutan pajak? Pertanyaan ini dapat dijawab bahwa yang menjalankan roda pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat adalah pemerintah (baik pusat maupun daerah). Pemerintah dalam melaksanakan pembangunan tidak ada maksud untuk mencari keuntungan, sedangkan swasta dalam melakukan kegiatan usahanya bisa dikatakan selalu bersifat mencari keuntungan. Selain itu, apa yang telah dilakukan pemerintah selalu dipertanggungjawabkan kepada rakyat pada kurun waktu tertentu. Uang yang dikumpulkan dari pajak dan pengeluarannya dilakukan melalui mekanisme kontrol setiap tahun yang dikenal dengan nama APBN/APBD. Dari APBN/APBD tersebut dapat diketahui untuk keperluan apa saja uang pajak itu digunakan.
Pengertian Retribusi
Pungutan lain yang bersifat memaksa seperti retribusi pada dasarnya memiliki ciri yang sama dengan pajak, kecuali dalam hal imbalannya yang langsung dapat dirasakan oleh pembayar retribusi. Unsur yang melekat pada pengertian retribusi adalah:
a. Pungutan retribusi harus berdasarkan undang-undang;
b. Sifat pungutannya dapat dipaksakan;
c. Pemungutannya dilakukan oleh Negara;
d. Digunakan untuk pengeluaran bagi masyarakat umum; dan
e. Kontra-prestasi (imbalan) langsung dapat dirasakan oleh pembayar retribusi.
Umumnya pungutan atas retribusi diberikan atas pembayaran berupa jasa atau pemberian izin tertentu yang disediakan oleh pemerintah kepada setiap orang atau badan. Karena kontra-prestasinya langsung dapat dirasakan, maka dari sudut sifat paksaanya lebih mengarah pada hal yang bersifat ekonomis. Apabila manfaat ekonomisnya telah dirasakan tetapi retribusinya tidak dibayar, maka secara yuridis pelunasannya dapat dipaksakan seperti halnya pajak.