Penyebab Timbulnya Utang Pajak - Kapan timbulnya utang pajak merupakan kajian dari hukum pajak untuk menentukannya. Dalam hal ini terdapat dua teori yang mempersoalkannya, yakni teori materiil dan teori formil, apakah cara timbulnya utang pajak karena bunyi undang-undang pajak atau semata karena tindakan pejabat pajak.
1. Teori Materiil
Menurut teori materiil utang pajak timbul karena telah memenuhi syarat tatbestand yang terdiri dari keadaan-keadaan, peristiwa-peristiwa, atau perbuatan-perbuatan tertentu, sehingga tidak memerlukan campur tangan pejabat pajak untuk menerbitkan surat ketetapan pajak. Keberadaan surat ketetapan pajak tidak menimbulkan utang pajak. Berdasarkan teori ini, surat ketetapan pajak memiliki fungsi, di antaranya:
a. Dasar penagihan pajak, dan
b. Menentukan jumlah utang pajak.
Jadi, utang pajak timbul karena undang-undang pajak sendiri. Hal ini terkait dengan Pasal 12 Ayat (1) UU KUP yang menyatakan bahwa setiap Wajib Pajak wajib membayar pajak yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dengan tidak menggantungkan pada adanya surat ketetapan pajak. Dalam penjelasannya juga dikatakan bahwa Pajak pada prinsipnya terutang pada saat timbulnya objek pajak yang dapat dikenai pajak, tetapi untuk kepentingan administrasi perpajakan saat terutangnya pajak tersebut adalah:
- Pada suatu saat, untuk Pajak Penghasilan yang dipotong oleh pihak ketiga;
- Pada akhir masa, untuk Pajak Penghasilan yang dipotong oleh pemberi kerja, atau yang dipungut oleh pihak lain atas kegiatan usaha, atau oleh Pengusaha Kena Pajak atas pemungutan Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah; atau
- Pada akhir Tahun Pajak, untuk Pajak Penghasilan.
Pejabat Pajak tidak berkewajiban untuk menerbitkan surat ketetapan pajak atas semua Surat Pemberitahuan yang disampaikan Wajib Pajak. Penerbitan suatu surat ketetapan pajak hanya terbatas pada Wajib Pajak tertentu yang disebabkan oleh ketidakbenaran dalam pengisian Surat Pemberitahuan atau karena ditemukannya data fiskal yang tidak dilaporkan oleh Wajib Pajak.
Teori materiil sebenarnya malah memberi keringanan tugas Pejabat Pajak dalam melakukan pengawasan terhadap Wajib Pajak untuk memenuhi kewajiban dan menjalankan hak-haknya sebagaimana ditur dalam perundang-undangan perpajakan. Pejabat Pajak hanya bertugas melakukan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan Wajib Pajak. Apabila saat pemeriksaan ternyata ditemukan ketidakpatuhan Wajib Pajak, Pejabat Pajak berwenang menjatuhkan sanksi administrasi berupa bunga, denda, atau kenaikan atas jumlah pajak yang terutang.
Kelemahan teori materiil adalah pada saat timbulnya utang pajak, belum diketahui dengan pasti berapa besarnya utang pajak karena kebanyakan Wajib Pajak tidak memahami dan menguasai ketentuan undang-undang pajak, sehingga kurang mampu menerapkannya.
Sebagai contoh, misalnya, syarat timbulnya utang pajak bagi si A menurut UU PPh, antara lain, jika si A telah bertempat tinggal atau berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu dua belas bulan, dan jika si A telah mempunyai penghasilan setahun di atas PTKP. Maka, sudah timbul utang pajak bagi si A. Dia tidak perlu menunggu fiskus menerbitkan SKP.
2. Teori Formil
Teori formil merupakan kebalikan dari teori materiil. Menurut teori ini, timbulnya utang pajak bukan karena undang-undang pajak. Walaupun telah dipenuhi tatbestand, tetapi Pejabat Pajak belum menerbitkan surat ketetapan pajak, maka belum timbul utang pajak. Dalam teori formil, surat ketetapan pajak memiliki fungsi, di antaranya:
a. Menimbulkan utang pajak;
b. Dasar penagihan pajak;
c. Menentukan jumlah pajak yang terutang.
Jadi, selama belum ada surat ketetapan pajak, belum ada utang pajak, walaupun syarat-syarat subjekif dan syarat-syarat objektif serta waktu telah terpenuhi.
Kelemahan teori formil ini yaitu besar sekali kemungkinan utang pajak ditetapkan tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. Selain itu, teori formil tidak dapat diterapkan terhadap pajak tidak langsung karena pajak tidak langsung tidak menggunakan surat ketetapan pajak. Teori ini hanya diterapkan dalam saat timbulnya utang Pajak Bumi Bangunan.
Sebagai contoh, misalnya, utang pajak si A baru akan timbul sesudah fiskus menerbitkan SKP. Secara ekstrim, si A tidak mempunyai kewajiban membayar pajak penghasilan/pendapatannya jika fiskus belum menerbitkan SKP. Teori ini sangat lemah karena banyak jenis pajak yang terutang dan dibayar tidak perlu menunggu diterbitkannya surat ketetapan pajak, misalnya Bea Materai, PPh Pasal 21, dll.