Hiponimi (hubungan atas-bawah)

Hiponimi (hubungan atas-bawah) diartikan sebagai satuan bahasa (kata, frase, kalimat) yang maknanya dianggap merupakan bagian dari makna satuan lingual yang lain. Unsur atau satuan lingual yang mencakupi beberapa unsur atau satuan lingual yang berhiponim itu disebut hipernim atau superordinat. Contoh  hiponimi dapat diperhatikan pada penggalan data wacana RB berikut.

(37) Sebagai seorang yang hanya lulusan SD, Djo Koplak sadar diri. Ia bersyukur bisa mendapatkan penghasilan dari pekerjaan yang serabutan. Kadang ia menjadi buruh tanah, buruh bangunan, bahkan kuli angkut di pasar. (RB, 12/02/2007)

(38)Djo Koplak penggemar binatang, khususnya kucing. Pernah suatu masa kucingnya mencapai jumlah 18 ekor. Namun lambat laun, kucingnya meninggalkan rumh satu per satu. Maka sekarang tinggal beberapa ekor saja. Djo Koplak sadar, kucingnya pergi, karena dimusuhi anjing Pak Gambleh, tetangganya. (RB, 20/02/2007)

(39) ”Sudah kelas berapa? Ah mesti pinter, kemarin dapat nilai     berapa?” tanya Bu Mar lagi.
”Kelas empat, kemarin dapat seratus,” jawab Ninik.
”Lha, bener kan. Anak ini memang pinter kok Bu,” ujar Djo   Koplak.
”Wah, pinter banget. Anak saya saja paling dapat nilai 90. Pelajaran apa yang dapat nilai seratus?” ujar Bu Mar.
Bahasa Indonesia dan Matematika,” ujar Ninik dengan rada minder. (RB, 23/02/2007)

Pada wacana (46) di atas yang merupakan hipernim atau superordinatnya adalah pekerjaan, dalam hal ini lebih khusus yaitu pekerjaan serabutan. Pekerjaan-pekerjaan yang tergolong dalam pekerjan serabutan adalah buruh tanah, buruh bangunan, dan kuli angkut.

Wacana (47) yang merupakan hipernim atau superordinatnya adalah binatang. Hiponim dari binatang dalam wacana tersebut ialah kucing dan anjing. Sedangkan pada wacana (48) yang termasuk hipernim atau superordinatnya adalah pelajaran. Hiponim dari pelajaran dalam wacana itu adalah bahasa Indonesia dan matematika.

Hubungan antarunsur bawahan atau antarkata yang menjadi anggota hiponim itu disebut ”kohiponim”. Fungsi hiponimi adalah untuk mengikat hubungan  antarunsur atau antarsatuan lingual dalam wacana secara semantis, terutama untuk menjalin hubungan makna atasan dan bawahan, atau antara unsur yang mencakupi dan unsur yang dicakupi.

Subscribe to receive free email updates: