Sistem dalam Pemungutan Pajak

Sistem dalam Pemungutan Pajak - Negara menentukan sistem pemungutan pajak yang akan digunakan atau diterapkan dalam melakukan pemungutan pajak. Hal ini disesuaikan dengan situasi dan kondisi Negara dengan tidak mengabaikan kewajiban dan hak wajib pajak dalam berperan serta di bidang pembiayaan pengelolaan Negara. 

Tata cara pemungutan pajak dapat beraneka ragam, tergantung dari system pemungutan pajak yang digunakan. Sistem pemungutan pajak hanya bergantung pada kehendak Negara untuk menerapkannya dalam setiap Undang-undang Pajak, sepanjang masih dimungkinkan berdasarkan substansi hukumyang responsif. 

1. Sistem Self Assessment 
Berdasarkan sistem self assessment, wajib pajak memiliki hak yang tidak boleh diintervensi oleh pejabat pajak. Pejabat pajak hanya bersifat pasif dan wajib pajak bersifat aktif. Keaktifan wajib pajak adalah untuk menghitung, memperhitungkan, melaporkan, dan menyetor jumlah pajak yang terutang. Pejabat pajak tidak terlibat dalam penentuan jumlah pajak yang terutang sebagai beban yang dipikul oleh wajib pajak, melainkan hanya mengarahkan cara (memberikan bimbingan) bagaimana wajib pajak memenuhi kewajiban dan menjalankan hak berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan agar tidak terjadi pelanggaran hukum. 

2. Sistem Official Assessment 
Dalam sistem official assessment, terdapat campur tangan pejabat pajak dalam penentuan pajak yang terutang bagi wajib pajak. Yaitu berupa keterlibatan pejabat pajak dalam menerbitkan ketetapan pajak yang berisikan utang pajak dan bahkan dapat memuat sanksi hukum. Pajak yang terutang dalam ketetapan pajak merupakan inisiatif dari pejabat pajak berdasarkan objek pajak yang diterima, dimiliki, atau dimanfaatkan oleh wajib pajak. 

Undang-Undang PBB merupakan contoh penerapan sistem official assessment di Indonesia, yang memberi kepercayaan kepada pejabat pajak untuk menentukan besarnya pajak yang wajib dibayar lunas oleh wajib pajak terhadap objek pajak bumi dan bangunan yang dimiliki, dikuasai, atau dimanfaatkannya. 

3. Sistem Semi Self Assessment 
Menurut sisitem semi self assessment, terdapat kerja sama antara wajib pajak dan pejabat pajak untuk menentukan jumlah pajak yang wajib dibayar lunas oleh wajib pajak kepada Negara. Pada awal tahun pajak, wajib pajak menetukan sendiri jumlah pajak yang terutang untuk tahun berjalan sebagai angsuran yang disetor sendiri. Kemudian pada akhir tahun pajak, ditentukan kembali oleh pejabat pajak jumlah pajak yang sebenarnya, berdasarkan data yang disampaikan oleh wajib pajak. Pejabat pajak, dalam hal ini, bertindak sebagai pengawas terhadap wajib pajak untuk menilai sejauh mana kejujurn wajib pajak dalam melaporkan jumlah pajak yang terutang. 

Sistem ini memiliki tingkat kesulitan yang tinggi dalam penerapannya, bahkan dapat menimbulkan “kompromi pajak” antara wajib pajak dan pejabat pajak pada akhir tahun pajak sehingga akan beresiko tinggi pada peneriman Negara. 

4. Sistem With Holding 
Sistem with holding memberi kepercayaan kepada pihak ketiga untuk melakukan pemungutan pajak atas objek pajak yang diterima atau diperoleh wajib pajak dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya. Pihak ketiga ditempatkan sebagai pihak yang berwenang untuk memotong atau memungut pajak tertentu dan menyetor serta melaporkan kepada pejabat pajak. Pejabat pajak hanya berwenang melakukan control atau pengawasan terhadap pelaksanaan pemotongan atu pemungutan pajak sampai kepada pelaporan pajak yang telah ditentukan. 

Pemotong atau pemungut pajak tidak boleh melakukan pelanggaran hukum dalam melakukan pemotongan atau pemungutan pajak, termasuk dalam melakukan pelporan pajak yang dipotong atau dipungut kepada pejabat pajak. 

Penerapan sistem with holding dalam Undang-undang Pajak dapat dilihat pada ketentuan Pajak Penghasilan Pasal 21 serta dalam Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, Bea Materai, dan Bea Masuk dan Cukai.

Subscribe to receive free email updates: